“Jika Bandung terkenal dengan Paris
Van Java,Aceh dengan Serambi Mekkahnya maka Garut mempunyai julukan yang tidak
kalah, yaitu Swiss Van Java. Keindahan gunung, alam, danau, dodolnya dan wanita
nya, menjadikan Garut sebagai 'Swiss' dari Jawa.” Begitulah kata yang saya
kutip dari cerita teman
20 juni 2014, kami bersepuluh yaitu
saya, timbul, fajar, kemal, ani, batari, novi, ratna, krupuk dan momon mendaki
gunung papandayan. Petualangan ini dimulai dari kampung rambutan. Sesampai di
kampung rambutan, kami langsung naek bus jurusan garut. Bus ini lumayan ramai,
ditambah rombongan kami yang jumlahnya cukup banyak. Busnya bernama karunia
bakti. Cukup lama kami menunggu bus berangkat dari terminal kampung rambutan.
Pengamen, orang jualan makanan maupun aksesoris dan pengemis saling bergantian
masuk bus. Kami bersepuluh sebagian besar belum mengenal satu sama lain, ada
yang dari Palembang, ada juga satu jurusan di perkuliahan tetapi beda angkatan.
Didalam bus ini kami saling kenalan dan becanda. Suasana dari rombongan kami
cukup ramai. Kejadian yang saya ingat waktu itu, ada pengamen yang masuk bus
dan kami becanda sehingga suara kami cukup bising. Pengamennya mendatangi
rombongan kami, dan marah enggak jelas karena tidak dikasih uang. Kata
pengamennya, waktu nyanyi berisik, giliran diminta uang pada diem. Hahahaha.
Ini seperti sambutan dari ibu kota, pesannya “Jakarta keras, jangan macem –
macem. Setelah itu bus kami berangkat dari terminal rambutan pukul 20.45 dan
sampai terminal Guntur pukul 01.30.
Sesampai di terminal Guntur, kami
sarapan dan packing ulang barang bawaan. Perjalanan selanjutnya kami menaikki
angkot menuju pertigaan pos papandayan. Dipertigaan pos ini dilanjutkan naek
pick up menuju pos papandayan. Satu pick up bias berisi sampai sekitar 14 orang
pendaki. Lumayan sesak isi pick up ini, ditambah barang bawaan kami. Jalan
menuju pos cukup rusak, banyak lubang besar selama perjalanan. Walaupun
jalannya rusak, mobil pick up nya tetap berjalan cukup kencang. Mobil serasa
gempa, bergoyang – goyang dan pantat kami cukup sakit akibat jalan yang rusak.
Terkadang kalau ban mobil selip, kami harus turun dan mendorongnya untuk tetap
jalan. Jarak dari pertigaan menuju pos cukup jauh, dan menyiksa pantat kami.
Haha. Lama perjalanan dari pertigaan menuju pos pendakian sekitar satu jam.
21 juni 2014, kami memulai pendakian
pukul 05.30 WIB dengan target camp pertama di pondok salada. Trek menuju pondok
salada cukup landai, tidak terlalu curam. Setengah jam jalan dari pos, kita
akan melewati kawah yang masih aktif. Asap kawah baunya cukup kuat, kalau tidak
kuat bisa membawa masker. Melewati kawah, kita akan banyak melihat asap yang
keluar dari celah batu dan aliran sungai di sepinggir jalan. Perjalanan melewati
kawah menuju pondok salada, trek yang dilewati jalan berbatu terkadang juga
menyebrangi sungai. Sesampai di pondok salada sekitar pukul 08.00 WIB. Kami
langsung mendirikan tenda, dan memasak.
Hutan Mati….Tegal Alun
Pondok salada merupakan lapangan
yang cukup luas, dan disisni bisa mendirikan lebih dari 100 tenda. Selain itu,
di pondok salada juga terdapat sumber mata air yang dapat digunakan untuk minum
maupun memasak. Siangnya kami menuju hutan mati sekitar pukul 13.30. dari
pondok salada ke hutan mati tidak membutuhkan waktu lama, 30 menit. Hutan mati
merupakan, pepohonan yang sudah mati, tidak berdaun, dan gersang. Pemandangan
di hutan mati, kami bisa melihat kawah papandayan dari atas sini. Yahh, berada
disini, seperti berada di planet lain. Tidak ada pohon yang subur, semuanya
mati.
Keesokan harinya kami menuju Tegal
alun, berangkat dari pondok salada 07.00 WIB. Perjalanan menuju pondok salada
membutuhkan waktu 2 jam. Jalannya cukup terjal, berbeda dengan trek sebelumnya.
Sesampai di Tegal Alun, kita akan melihat pemandangan yang berebda dengan hutan
mati. Edelweiss tersebar di sepanjang tegal alun. Suasanya disisini mengingatkan
sayan dengan mandalawangi pangrango.
Hutan mati dan Tegal Alun. Dua
tempat yang akan kita temui di papandayan. Ketika disana, yang saya ingat waktu
itu adalah gambaran neraka dan surga. Seperti kata guru saya, gambaran neraka
adalah hutan yang tandus, gersang dan panas. Berbeda dengan tegal alun, disini
kita bisa melihat pemandangan yang cukup indah, bunga edelweiss di sepanjang
jalan. Berbicara surga dan neraka, adalah hari esok setelah kematian. Resiko
kematian dalam pendakian selalu ada.Papandayan telah mengingatkan saya bahwa
mendaki gunung merupakan kegiatan yang bersiko, dan bisa menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, mendakilah dengan bijaksana. Mendakilah dengan persiapan,
pengetahuan dan perencanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar